Zaini Abdullah
Nama Lengkap : Zaini Abdullah
Profesi : Gubernur Aceh ke-16
Tempat Lahir : Pidie, Aceh, Hindia Belanda
Tanggal Lahir : 24 April 1940
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Istri : Niazah A Hamid
Zaini Abdullah |
Dr. H. Zaini Abdullah lahir merupakan Gubernur Aceh
ke-16 yang bertugas sejak 25 Juni 2012. Selain menjabat sebagai Gubernur Zaini
juga merupakan mantan seorang dokter dan mantan komandan Gerakan Aceh Merdeka,
zaini menjadi orang kedua yang memimpin Aceh (Gubernur Aceh - read) setelah
konflik.
Tgk. H. Abdullah Hanafiah tokoh kharismatik di
wilayah pidie merupakan ayah dari Zaini Abdullah, Selain sebagai seorang ulama,
beliau juga ikut serta dalam gerakan DI/TII bersama Daud Beureueh, republikan
asal Aceh yang kemudian memimpin pemberontakan pembebasan DI/TII, dikemudian
hari perjuangan Tgk. H. Abdullah Hanafiah itu dilanjutkan oleh dr. Zaini
Abdullah. Pada tahun 1976, DR Tgk H Hasan Muhammad Tiro memproklamirkan GAM. Dr
Zaini yang saat itu berstatus sebagai dokter langsung bergabung dalam barisan
perjuangan yang menentang kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap Aceh.
Keterlibatan Dr. Zaini tak terlepas dari dari
kecintaanya kepada Aceh, konsep
pembebasan dan mensejahterakan rakyat Aceh yang diusung Wali Nanggroe Hasan di
Tiro begitu melekat dalam jiwanya, dalam masa-masa perjuangan bersama GAM ada
begitu banyak rintangan dan cobaan yang dihadapi, bersama para pejuang-pejuang
GAM lainnya, ia terus diburu. Foto Zaini disebar hingga ke pelosok-pelosok
desa, Tak ada jalan lain selain bergeriliya ke hutan-hutan selama berhari-hari,
minggu, hingga berbulan-bulan.
Namun aparat keaman sama sekali tak berhasil
mengendus keberadaan Dr. Zaini. Semua itu tak terlepas dari peran masyarakat di
sekitarnya yang menutup keberadaan Dr. Zaini. Pada tahun 1981, dr. Zaini
memilih untuk hijrah ke luar negeri, Selain karena kondisi Aceh semakin tak
kondosif akibat operasi militer yang digelar pemerintah RI di Aceh,
kepergiannya ke luar negeri juga bagian dari membangun diplomasi internasional,
mengkampanyekan kesewenang-wenangan pemerintah RI di Aceh.
Pada suatu malam di tahun 1981, bersama beberapa
rekan seperjuangan lainnya Zaini berangkat ke Medan melalui jalan darat, Dari
Medan perjalanan kemudian dilanjutkan ke Singapura menggunakan boat nelayan.
Perjalanan menempuh waktu tiga hari tiga malam. Dihembus angin laut, dibakar
terik matahari, usai melalui perjalanan yang melelahkan itu, Zaini tiba di
sebuah pelabuhan di Negara Singapura. Saat itu, sedang dilakukan pembangunan
pelabuhan yang pekerjanya terdiri dari orang India dan Sri Langka, mereka
berkulit hitam. Untungnya, kondisi Zaini dan rekan-rekannya yang lusuh dan
hitam legam tak membuat polisi Negara Singapura curiga. Mereka dikira pekerja
pelabuhan.
Dari sana, dr Zaini melanjutkan perjalanan menuju
rumah Perdana Mentri GAM, Malik Mahmud di Bukit Timah. Selama lima hari di
sana, ia berangkat menuju Swedia dengan menggunakan paspor Palang Merah
Internasional. Seorang warga India yang bekerja di UNHCR saat itu berbaik hati
mengurusi segala keperluan keberangkatan Dr. Zaini ke Swedia, tiba di Swedia
yang ketika itu sedang musim gugur Zaini di tempatkan di pengungsian di
Revieden, 100 kilometer kota Stockholm, Ibukota Swedia. Selama satu bulan ia
berada di sana.
Keinginan dr. Zaini untuk menjadi dokter tetap
dipertahankan meski beliau telah di Swedia. Sebelumnya, ia harus belajar bahasa
Swedia di Universitas Upsula, dengan tugas utama belajar bahasa bahasa
kedokteran. Usai menyelesaikan pendidikan bahasa dan pendidikan kedokteran, dr.
Zaini mendapat ijazah dokter dan bekerja paruh waktu di salah satu rumah
Swedia. Tempat kerja itu berjarak 80 kilimoter dari kediamannya, dari tahun
1990-1995, dr Zaini kembali menempuh pendidikan dokter spesialis keluarga.
Biaya pendidikan ditanggung oleh Loan, dan biaya itu harus diganti selesai
kuliah dari hasil kerja.
Profesi dokter memang telah menjadi bagian hidup dr.
Zaini. Di tengah sejumlah kerja-kerja perjuangan untuk Aceh, ia terus menjalani
profesi sebagai seorang dokter dengan ikhlas. Tak jarang, tugas-tugas
kedokterannya sering berbenturan dengan tugas-tugas perjuangan. Semua itu
diselesaikan dengan lancar. Diplomasi dengan dunia internasional pun terus
dilakukan.
Pada tahun 2002, perundingan pertama antara
pemerintah RI dengan GAM dilakukan di Tokyo. dr. Zaini terlibat langsung dalam
perundingan itu. Namun perundingan gagal. Pemerintah Indonesia berusaha
memasukkan GAM sebagai salah satu organisasi teroris. Berkat diplomasi dan
lobi-lobi yang dilakukan tokoh-tokoh GAM di Swedia, usaha itu gagal total.
Pada 15 Agustus 2005, Memorandum of Understanding
(MoU) antara GAM dengan pemerintah RI diteken. Tak lama setelah itu, dr. Zaini
kembali ke Aceh, ia masih bercita-cita melanjutkan perjuangan, mensejahterakan
rakyat Aceh. “Orang Aceh harus bekerja giat membangun masa depan Aceh, dan
sanggup bersaing di tingkat internasional.”
Riwayat Pendidikan
- Sekolah Rakyat Beureunuen Pidie (1952)
- SMP Sigli Pidie (1957)
- SMA Kutaraja Banda Aceh (1960)
- Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (1972)
- Pendidikan spesialis ‘Family Doctor’ di Karolinska Universitets Sjukhus Huddinge, Stockholm-Swedia (1990-1995)
Riwayat Pekerjaan
- Kepala Puskesmas/Kepala Rumah Sakit Umum Kuala Simpang–Aceh Timur (1972-1975)
- Aktif sebagai dokter di sejumlah Rumah Sakit di Swedia (1982-2005)
- Pensiun dan bekerja sebagai Konsultan Kesehatan dan dokter di Rumah Sakit Umum dan Health Centre di Swedia (2005-2009)
- Gubernur Aceh (2012-sekarang)