Kyai Haji Ahmad Dahlan
Nama Lengkap : Kyai Haji
Ahmad Dahlan
Tempat Lahir : Yogyakarta
Tanggal Lahir : 1 Agustus 1868
Meninggal : 23 Februari
1923 di Yogyakarta
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Istri : Hj.
Siti Walidah - Nyai Abdullah - Nyai Rum - Nyai Aisyah - Nyai Yasin
Anak : Djohanah - Siradj
Dahlan - Siti Busyro - Irfan Dahlan - Siti Aisyah - Siti Zaharah - Dandanah
Kyai Haji Ahmad Dahlan |
BIOGRAFI KYAI HAJI AHMAD DAHLAN
Kyai Haji Ahmad Dahlan
merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ayahnya K.H Abu Bakar merupakan
seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta pada
masa itu, dan ibunya adalah puteri dari H.Ibrahim yang juga menjabat penghulu
Kesultanan Ngayogyakarta hadiningrat pada masa itu.
Nama kecil KH. Ahmad
Dahlan adalah muhammad Darwisy. Ia adalah anak keempat dari tujuh orang
bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ahmad
Dahlan termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana malik Ibrahim, salah
seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama
Islam di Jawa.Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq,
Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang
Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH.
Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umurnya 15 tahun ,
ahmad dahlan pergi haji dan tinggal di mekkah selama lima tahun. Pada periode
ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan.
Pada tahun 1903, ia
bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia
sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH.
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,
Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia
menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil,
yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan
pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan
Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Di samping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula
menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum,
adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Di samping aktif dalam
menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal
sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang
saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif
dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan
juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat,
sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul
Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad
Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita
pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu
pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la
ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan
al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18
November 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan
organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian
Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari
keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah
meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta
bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi,
dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama
Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk
anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia
berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di
tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember
1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk
mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan
Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya
berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di
daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari,
Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas
bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya,
maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di
Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo
berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan
dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan
adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan
Islam.
Berbagai perkumpulan dan
jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, di antaranya ialah
Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub,
Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal
birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul
Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat dan
berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van
Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di
Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai
Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan
kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin
lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada
tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2
September 1921.
Sebagai seorang yang
demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan
juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan
pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota
(sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan
umum).
Atas jasa-jasa KH. Ahmad
Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam
dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai
Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.
Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
- KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
- Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
- Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
- Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
KH. Ahmad Dahlan meninggal
pada tahun 1923 dan dimakamkan di pemakaman KarangKajen, Yogyakarta
SUMBER : WIKIPEDIA